Berita Ciamis (Djavatoday.com),- Setiap prasasti yang ada di Situs Astana Gede Kawali, Kabupaten Ciamis, memiliki cerita masing-masing. Salah satunya adalah Prasasti V Astana Gede Kawali atau dikenal juga Batu Tapak.
Batu Tapak Astana Gede Kawali ini memiliki keunikan tersendiri, bukan hanya tulisan Sunda kuno saja tapi juga terdapat telapak kaki dan tangan. Selain itu juga ada garis seperti tabel membentuk 45 kotak.
Enno, Budayawan Kawali yang juga Petugas Dinas Pariwisata di Situs Astana Gede Kawali mengatakan prasasti V ini memang beda dari yang lain. Nama lain dari batu tapak ini juga disebut batu kolenjer.
“Ada beberapa simbol pahatan. Yakni dua telapak kaki dan satu tangan sebelah kiri dan garis membentuk kotak dengan jumlah 45 kotak dan titik-titik di tengahnya,” ujar Enno
Kata Enno, konon 45 kotak itu adalah perhitungan atau panta mangsa. Perhitungan untuk menentukan hari atau disebut kolenjer (kalender). Jumlah 45 kotak itu bukan artinya perhitungan dulu dalam sebulan 45 hari. Orang Sunda dulu menentukan waktu memakai dua perhitungan, yakni Candra Kala dan Saka Kala.
“Saka Kala perhitungan berdasarkan matahari. Sedangkan Candra Kala itu perhitungan menurut Bulan, sehingga jumlahnya 45 kotak, atau 45 hitungan. Kalau kita sekarang kan 30 hari,” jelasnya.
Enno menjelaskan, dua perhitungan itu memiliki fungsi atau menggunakan tertentu. Saka Kala biasanya digunakan untuk menentukan pertanian, membangun rumah dan jalan. Sedangkan Candra Kala, perhitungan yang berhubungan dengan air.
“Untuk Candra Kala biasanya dipakai nelayan untuk menentukan waktu mencari ikan, atau membuat saluran irigasi sungai,” jelas Enno.
Orang Sunda sekarang secara tidak sadar ternyata masih menggunakan perhitungan tersebut. Seperti contohnya masyarakat untuk menentukan pembangunan rumah atau waktu yang tepat untuk menggelar pernikahan.
“Sebetulnya secara tidak sadar masih dipakai, hanya saja tidak sadar sumbernya dari mana. Padahal perhitungan itu berasal dari leluhur kita,” kata Enno.
Tapak Pada Batu Astana Gede Kawali Milik Prabu Niskala Wastu Kancana
Enno menyebut telapak kaki dan tangan yang ada pada Batu Tapak itu adalah milik Prabu Niskala Wastu Kancana (Raja Galuh). Telapak itu dipahat pada saat Prabu Niskala Wastu Kancana berusia 23 tahun atau ketika dinobatkan menjadi Raja.
“Kenapa tangan yang dipahat hanya satu tidak dua, karena yang satu lagi itu sedang menunjukan kotak perhitungan. Ketika berimajinasi, jadi Prabu Niskala Wastu Kancana dalam posisi jongkok, posisi tangan kiri menopang tubuhnya dan tangan kanan menunjuk ke kotak sedang menghitung,” tuturnya.
Filosofi dari Baru Tapak atau Kolenjer ini mengajarkan untuk lebih berpikir, memperhitungkan segala sesuatu sebelum berucap atau melangkah, terutama saat mengeluarkan kebijakan. Leluhur dulu, segala sesuatu hal sesuai dengan pertimbangan terlebih dahulu.
“Jadi di Sunda itu jangan asal ucap. Tidak ada yang namanya to the point tapi istilahnya harus malapah gedang, harus apik,” ungkapnya.
Dalam batu itu juga terdapat sedikit tulisan Sunda kuno dengan bungi Anggana atau Ajnana yang artinya menyendiri. Prabu Niskala Wastu Kencana biasanya akan menyendiri di hati itu untuk menghitung atau menjalankan pemerintahannya. (Ayu/CN/Djavatoday)