DJAVATODAY.COM, CIAMIS – Pemerintah Kabupaten Ciamis berupaya untuk melestarikan hutan dan gunung, salah satunya dengan mengusulkan 3 hutan konservasi di antaranya Suaka Margasatwa (SM) Gunung Sawal, Gunung Geger Bentang dan Gunung Madati.
Hal tersebut disampaikan Bupati Ciamis Herdiat Sunarya saat memberikan materi pembuka pada Webinar yang diselenggarakan BKSDA Wilayah III dan Universitas Galuh Ciamis dari Ruang Video Conference Kantor Bupati Ciamis, Rabu (15/7/2020). Kegiatan tersebut mengangkat tema “Menegaskan Pengarusutamaan Kabupaten Ciamis Terhadap Kelestarian Gunung Sawal.
“Kita telah melakukan pembahasan dengan Ketua DPRD Ciamis terkait usulan 3 hutan konservasi yang telah dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Ciamis tahun 2019-2039. Usulan sudah disetujui Gubernur Jabar, saat ini menunggu persetujuan dari Pemerintah Pusat khususnya dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup,” kata Herdiat sapaan akrab Bupati Ciamis Herdiat Sunarya.
Menurutnya, Ciamis memiliki hutan dan gunung luar biasa yang bisa menghidupi masyarakat Kabupaten Ciamis dan Kabupaten/kota tetangga. Seperti wilayah Kota Banjar, Kabupaten Majalengka dan Cilacap, manfaat yang sangat terasa terutama dalam hal supply air.
“Kita tidak bisa hidup tanpa air dan diharapkan bisa mewariskan kepada generasi penerus agar Kabupaten Ciamis tidak kekurangan air,” harap Herdiat.
Ia menerangkan, Gunung Sawal Ciamis memiliki wilayah yang cukup luas, ada lebih dari 12 ribu hektar wilayahnya. Dalam usulan yang telah diberikan kepada pemerintah pusat agar 20-30% menjadi hutan lindung dan 70-80% menjadi hutan konservasi.
“Kita tidak memungkiri masyarakat membutuhkan tanah untuk diolah. Dengan adanya zonasi dimana hutan lindung dan zona konservasi diharapkan mampu menjaga pelestarian hutan di Ciamis. Tentunya perlu keterlibatan dari semua pihak,” terang Herdiat.
“Kami sangat bangga kepada komunitas pecinta hutan yang bergotong-royong menjaga dan melestarikan hutan yang ada di Ciamis. Mereka bergotong-royong mengadakan berbagai pohon untuk ditanam kembali di setiap hutan,” tambah Herdiat.
Sementara itu, Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno mengatakan, Pengelolaan kawasan konservasi dan kawasan lindung merupakan tanggung jawab siapapun yang terpanggil untuk terlibat.
“Kita perlu membangun kesadaran kolektif sebagai basis aksi kolektif. Saving the Rest, Restore the Degraded, Connecting the Corridors, Resolved Wildlife-Human Conflicts (Menyelamatkan Sisanya, Mengembalikan Kerusakan, Menghubungkan Koridor, Menyelesaikan Konflik Manusia-Manusia),” ucap Wiratno.
Ihwal pengelolaan konservasi Wiratno mengungkapkan, masyarakat terutama para relawan harus membangun prinsip spirit 5K (Keberpihakan, Kepedulian, Kepeloporan, Konsistensi dan kepemimpinan) dalam upaya melestarikan hutan dan gunung sawal di Ciamis khususnya.
Selaku penyelenggara kegiatan Rektor Universitas Galuh Yat Rospia Brata mengungkapkan, webinar dilaksanakan sebagai bentuk keprihatinan terkait kondisi Gunung Sawal yang sebagai bentengnya air bagi CIamis dan kabupaten/kota sekitarnya.
“Dari 15 hektar lahan yang dibuka untuk penanaman kopi saat ini menjadi 30 hektar. Dengan melihat kondisi tersebut perlu ada controlling terutama payung hukum terkait zonasi wilayah hutan yang bisa diolah penduduk dan wilayah yang dilarang,” tutur Yat Rospia.
Menurutnya Yat, Budaya dan konservasi adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, apabila budaya kuat maka alam akan lestari.
Universitas Galuh sebagai pusat budaya dan konservasi, akan mewajibkan mata kuliah ke-Galuhan dan konservasi lingkungan serta manajemen kebencanaan untuk diberikan kepada mahasiswa yang akan disampaikan oleh BKSDA dan BPBD.
“Materi ke-Gagaluhan tidak bicara dari sisi politis namun berbicara dari sisi filosofis saja, seperti “Galuh itu tara miheulaan tapi sok tiheula” (Galuh tidak pernah menyalip tapi selalu ada didepan), ujarnya.
“Universita Galuh secara geografis ada di daerah namun harus bisa mendunia,” tambah Yat. *ATA/DjavaToday