Berita Ciamis (Djavatoday.com),- Warga Dusun Cariu, Desa Sukadana, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Ciamis, menggelar Tradisi Hajat Bumi. Tradisi tersebut digelar setiap Bulan Muharram.
Hajat Bumi Cariu ini merupakan ungkapan rasa syukur warga atas rezeki yang telah diberikan selama setahun ini oleh sang pencipta.
Tradisi ini dilaksanakan setiap dua tahun sekali di bulan Muharram pada Senin Kliwon atau Kamis Kliwon di lapangan kampung.
Uniknya dalam tradisi ini, ada berbagai jenis makanan dan hasil bumi yang digantung di dalam tenda. Nantinya aneka makanan, sayuran dan buah-buahan itu diambil masyarakat yang hadir untuk dimanfaatkan setelah seluruh acara selesai.
Tradisi ini juga sebagai sarana edukasi bagi para anak sekolah untuk mengetahui adat budaya di wilayahnya. Sehingga dapat lebih mencintai daerahnya.
Tradisi hajat bumi Cariu ini dimulai dengan melakukan persiapan disebut juga majang. Warga secara gotong royong menghiasi lokasi, memasang atau menggantung hasil panen. Sebelum kegiatan, warga juga melaksanakan tawasulan (berdoa) di Situs Makam Cariu atau Situs Eyang Candradirana.
Eyang Candradirana ini adalah tokoh yang berjasa dalam membangun wilayah Cariu ini. Ia juga merupakan Kepala Desa atau Kuwu Cariu pertama. Sebelum akhirnya setelah beberapa kali ganti kepemimpinan, pada masa Eyang Minta, Cariu kedudukannya menjadi sebuah dusun atau kampung di bawah Pemerintahan Desa Sukadana.
Tradisi Hajat Bumi Cariu Digelar Turun Temurun
Tradisi ini sudah ada sejak dulu dan digelar secara turun temurun oleh masyarakat sebagai bentuk pelestarian budaya. Namun belum diketahui pasti waktu dimulainya, tapi menurut cerita yang berkembang ada pada masa Kerajaan Galuh.
Kemeriahan Tradisi Hajat Bumi Cariu dengan adanya seni ibingan atau ronggeng. Di mana para tamu atau masyarakat yang hadir menari bersama dibarengi para penari. Bukan hanya masyarakat namun juga para pejabat yang hadir, seperti Camat, Kepala Dinas dan lainnya. Setelah menari mereka juga menyawer kepada para penari.
“Hajat Bumi ini turun temurun. Hajat ini adalah bahasa arab artinya sedekah. Bagaimana nilai-nilai budaya dijunjung tinggi, menghargai dan menghormati leluhur. Tradisi ini juga sebagai nilai kesatuan dan gotong royong agar tidak punah, bahwa hidup itu harus menyatu,” ujar Abah Muhtar, Sesepuh Cariu, yang juga Pengurus Dewan Kebudayaan Ciamis.
Abah Muhtar juga menjelaskan mengenai makna dari aneka makanan hasil bumi yang digantung. Pertama sebagai hiasan dalam tradisi ini. Kemudian mengabarkan kebhinekaan.
“Jadi intinya Hajat Bumi ini sebagai bentuk rasa syukur masyarakat. Setelah waktunya hasil bumi yang menggantung ini diambil oleh warga untuk dimanfaatkan supaya tidak mubazir,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disbudpora) Ciamis Dadang Darmawan mengatakan Tradisi Hajat Bumi ini sebagai bentuk rasa syukur masyarakat di Dusun Cariu atas hasil bumi atau panen yang melimpah.
Pemkab Ciamis melalui Disbudpora Ciamis pun memberi dukungan terhadap tradisi tersebut supaya terus dilestarikan hingga generasi ke generasi.
“Tentunya kami akan terus mendukung tradisi ini. Apalagi Tradisi Hajat Bumi ini adalah salah satu warisan budaya tak benda (WBTB) yang ada di Ciamis,” katanya. (Ayu/CN/Djavatoday)