Berita Ciamis (Djavatoday.com),- Di Ciamis ada sebuah kampung yang unik dan terpencil. Namanya adalah Kampung Rumah 8 yang berada di Desa Bunter, Kecamatan Sukadana.
Kampung ini terletak di tengah hutan dan memiliki akses masuk yang cukup sulit. Uniknya Kampung ini terkenal di kalangan pada offroader dan sering menjadi rest area bagi para pecinta hobi off-road.
Jarak Kampung Rumah 8 tersebut dari perkotaan Ciamis ke Desa Bunter sekitar 28 kilometer atau 40 menit perjalanan. Setelah sampai kawasan hutan jati di Desa Bunter.
Untuk menuju ke lokasi Kampung Rumah 8 ternyata harus menggunakan sepeda motor dengan ban khusus seperti motor trail. Untuk menuju lokasi kampung membutuhkan perjuangan dan juga cukup ekstrim.
Selain melewati hutan, akses jalannya pun masih tanah dan bebatuan. Ditambah lagi dengan jalannya yang kecil dan juga terjal naik turun, membuat perjalanan menjadi lebih menantang. Perjalanan menggunakan motor tersebut membutuhkan waktu sekitar 15 menit.
Di Kampung tersebut ternyata benar hanya ada 8 rumah dalam satu komplek. Ditambah ada sebuah musala kecil yang informasinya baru beberapa waktu lalu dibangun.
Kondisi rumahnya tidak jauh berbeda seperti pada umumnya. Ada yang terbuat dari tembok ada juga yang semi permanen terbuka dari bilik dan kayu. Suasana kampung tersebut sangat nyaman dan adem, jauh dari hiruk pikuk atau pun suara kendaraan.
Ketua RT setempat Eli Yuliana menjelaskan Kampung ini awalnya bernama blok Cidahu, Dusun Cibangban. Nama Kampung Rumah 8 ini dicetuskan oleh offroader yang kerap singgah di kampung itu sekitar 5 tahun lalu.
“Jadi kampung ini sering disinggahi oleh para offroader, rest areanya, makan siang di sini. Di Desa Bunter kan ada rute off road. Kemudian offroader itu memberi nama Kampung Rumah 8. Sehingga dikalangan offroader nama kampung ini sudah cukup terkenal. Mereka juga membantu untuk membuat Musala,” ujar Eli.
Sejarah Kampung Rumah 8 yang Terpencil
Eli menyebut kampung ini bukan kampung budaya seperti Kampung Kuta atau Kampung Naga. Di sini hanya ada warga yang memutuskan membuat sebuah perkampungan yang jauh dari mana-mana. Warga yang tinggal saat ini merupakan pewaris dari orang tuanya sejak puluhan tahun lalu.
Ceritanya, orang tua dulu membuat rumah mendekati ladang, sawah dan perkebunan supaya lebih mudah menggarap. Awalnya rumah itu pisah-pisah, tapi pada akhirnya memutuskan membuat komplek perkampungan yang isinya ada 8 rumah.
“Memang sejak dulu tidak bertambah. Menurut cerita ada sejak masa kolonial. Sebetulnya mau ditambah juga tidak apa-apa, tapi tetap bertahan jumlahnya sampai sekarang,” jelasnya.
Saat ini ada 9 kepala keluarga dengan 28 jiwa yang menghuni Kampung Rumah 8 itu. Untuk kebutuhan sehari-hari, di lokasi itu ada sebuah warung yang menyediakan dagangan yang cukup komplit terutama sembako.
“Warga di sini hampir semuanya petani, beternak atau perikanan. Penghuninya ada yang usianya sudah 90 tahun paling tua. Warga yang merantau ada, tapi anak-anaknya seperti ke Jakarta dan Bekasi,” ucapnya.
Eli menyebut meski jauh dari perkampungan lainnya dan terpencil, tapi warga di Kampung Rumah 8 tidak ada yang mau pindah. Mereka sudah merasa nyaman dan tidak ingin jauh dengan lahan yang sudah menjadi penghidupan mereka selama ini.
“Yang kami butuhkan dan berharap ada akses masuk yang lebih memadai,” pungkasnya. (Ayu/CN/Djavatoday)