Berita Ciamis (Djavatoday.com),- Ada bangunan Turbin pembangkit listrik yang konon peninggalan pada zaman kolonial Belanda di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Konon Turbin Belanda Pamundayan itu adalah turbin pembangkit listrik yang terbesar di Kabupaten Ciamis pada masanya. Lokasi bangunan bekas turbin itu berada di wilayah Pamundayan, Desa Mekarsari, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis.
Nampak berjejer 17 tiang besar yang terbuat dari batu dengan ketinggian berbeda. Di ujung tiang itu terdapat tabung besar yang merupakan turbin air dengan ketinggian mencapai 6 meter dan diameter kurang lebih 3 meter.
Sepintas belasan tiang batu dengan semen itu mirip seperti benteng pertahanan. Namun menurut warga setempat tiang tersebut merupakan penyangga talang air dari saluran bendungan dari Sungai Cimuntur. Konon air itu kemudian dialirkan ke tabung untuk menggerakkan turbin.
Menurut penjelasan dari aplikasi Galuh Virtual milik Disbudpora Ciamis, turbin itu dibangun oleh orang Belanda bernama Tuan Hesman. Dibuat dari baru, pasir, baru kabur dan semen merah. Turbin itu merupakan pembangkit listrik terbesar di Kabupaten Ciamis.
Diceritakan, sebelum turbin itu dibangun, Tuan Hesman memerintahkan pekerjanya untuk mencuci pasir sebelum dicampur dengan bahan lainnya. Untuk memasok air dan menggerakkan turbin tersebut, Tuan Hesman pun membangun bendungan di daerah Cipisitan.
Tuan Hesman merupakan pengusaha dan memiliki pabrik pengolahan karet di lokasi tersebut. Turbin itu sengaja dibuat untuk memasok listrik ke pabrik pengolahan karet milik Tuan Hesman. Pabrik pengolahan karet itu dulu dikelola juga oleh adga pribumi diketahui bernama Wikarja dan Wikarta sebagai mandor.
“Iya menurut cerita orang tua dulu bangunan itu peninggalan Belanda. Saya sejak kecil, bangunan itu sudah ada. Tiang-tiang itu penyangga talang air. Sedangkan tabung di ujung itu adalah turbin untuk pembangkit listrik,” ujar Eman (65), warga setempat.
Warga Tidak Merobohkan Bangunan Turbin Pembangkit Listrik Peninggalan Belanda
Menurut Eman, sampai saat ini bangunan tiang-tiang itu tidak dirobohkan oleh warga. Meski lahan sawah tersebut sudah milik masyarakat dan menutup sebagian lahan. Namun sebelum menjadi area persawahan, di wilayah itu dulunya adalah perkebunan karet.
“Ya mungkin buat kenang-kenangan. Sejak saya kecil dulu juga sudah tidak difungsikan tapi bangunannya tetap kokoh,” ucapnya.
Eman menyebut meski turbin itu sudah tidak berfungsi, namun peninggalan bendungan yang dibangun orang Belanda itu bermanfaat untuk masyarakat. Saluran bendungan itu kini dimanfaatkan warga untuk mengairi area persawahan.
“Ada manfaatnya, talangnya kan sudah tidak ada jadi air dari saluran bendungan itu kini untuk mengairi sawah. Alhamdulillah waktu kemarau juga air selalu mengalir dan bisa tetap panen,” ucapnya. (Ayu/CN/Djavatoday)